Sabtu, 03 Desember 2011

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia - Taufik Ismail

Tugas Kedua
Ilmu Budaya Dasar

1
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

2
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

3
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.

4
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

Sumber: Lentera Hati

ARTI KEHIDUPAN

Berapa umurmu saat ini? 17 tahun? 19 tahun? 20 tahun? 23 tahun? 30 tahun? Atau bahkan 60 tahun? Berapa lama kamu sudah melalui kehidupanmu? Berapa lama lagi sisa waktumu untuk menjalani kehidupan? Tidak ada seorang pun yang tahu.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktunya untuk bersiap melakukan aktivitas. Seperti (maaf) dikejar anjing... kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup. Bagi mahasiswa, ketegangan mengikuti kuliah adalah santapan sehari-hari.
Tak terasa, siang menjemput. "Waktunya istirahat, makan-makan." Perut lapar, membuat manusia sulit berpikir. Otak serasa buntu. Pekerjaan menjadi semakin berat untuk diselesaikan. Matahari sudah berada di atas kepala, "panas betul hari ini." Akhirnya jam istirahat selesai. Sampai akhirnya sang surya terlihat di sebalah barat.
Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai menjemput. "Lelah sekali hari ini, tugas kuliah banyak. Sekarang jalanan macet. Kapan sampai di rumah? Badan pegal sekali dan badan rasanya lengket, berharap nikmatnya air hangat saat mandi nanti." Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya cepat sampai di rumah, ada pula yang berlarian mengejar bus kota bergegas ingin sampai di rumah.
Dinamis sekali kehidupan ini. Waktunya makan malam tiba. Mama sudah menyiapkan makanan kesukaan kita. Setelah selesai makan, bersantai sambil nonton tv dan akhirnya tertidur... Tak terasa heningnya malam telah tiba. Lelah menjalankan aktivitas membuat kita tidur dengan lelap. Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan memulai hari yang baru lagi.

Kehidupan... ya, seperti itulah kehidupan di mata sebagian orang, terutama mahasiswa. Jika pandangan kita tentang arti kehidupan hanya sebatas itu, mungkin kita tidak ada bedanya dengan hewan yang puas hanya dengan bernapas, makan, minum dan tidur. Singkatnya, siang atau malam adalah sama. Hanya rutinitas sampai akhirnya maut menjemput. Memang itu adalah kehidupan, tapi bukan kehidupan dalam arti yang luas. Sebagai manusia, jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan.

Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai orang tua kita dan mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang Kuasa.

Begitu banyak kehidupan yang bisa kita jalani.Pandanglah disekeliling kita. Ada segelintir orang yang membutuhkan kita. Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita.
Bersyukurlah setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk menjalani kehidupan ini. Berbagilah dengan setiap orang. Buatlah hidup kita untuk melayani sesama dengan penuh cinta. Disanalah kamu pasti menemukan arti kehidupan. :)


Sumber: John C. Maxwell
Diedit oleh: Monica Lutfy Setyawan